Rabu, 27 Januari 2016

Paradise island culture Kabola

Pakaian Kulit Kayu
Oleh Kamalia
Sosial Budaya Subkorwil 7/Alor

Menelusuri jalan yang cukup panjang, medan mendaki dan menurun, pemandangan kota kalabahi yang terlihat indah, itu lah perjalanan yang akan dirasakan ketika menuju Desa Kopidil, tepatnya menuju rumah adat suku kabola. Sebelum masuk ke rumah adat suku kabola, akan ada sebuah pohon beringin besar yang rindang yang di depannya terlihat papan pemberitahuan rumah adat suku kabola dan pakaian tradisional kulit kayu, yang berlokasi di Desa Kopidil, kecamatan kabola.

Salah satu masyarakat suku kabola menunjukkan cara membuat api secara tradisional (Foto: serda aris)
Bapak Moses merupakan ketua sanggar ihing’hulu, sanggar yang mengurus rumah adat dan budaya suku kabola agar tetap terjaga. Arti dari ihing’hulu adalah pohon beringin yang bersejarah. Ketika dikaitkan dengan pohon beringin yang berada di depan rumah adat, hal ini pasti ada kaitannya dengan pohon beringin tersebut. Bapak Moses sebagai ketua sanggar ihing’hulu memimpin sejak tahun 2012. Sanggar ihing’hulu beranggotakan 20 orang ini memiliki fungsi untuk mengurus dan merawat, serta revitalisasi rumah adat suku kabola. Terdapat dua gudang, satu pondok, dan satu mesbah di kawasan rumah adat suku kabola. Kondisi kawasan rumah adat ini terlihat tidak begitu terawat, terlihat rumah gudang terdapat rayap dan sarang lebah, batu mesbah beberapa terlepas, dan rumah pondok berantakan.
Pada tahun 2007 dan 2012, sanggar mengirim proposal kepada pemda dan mendapat dana untuk pembangunan rumah gudang. Rumah adat suku kabola terdiri dari rumah pondok dan gudang. Pondok memiliki fungsi sebagai tempat istirahat sementara dan penerimaan tamu. Sedangkan rumah gudang memiliki peran bukan hanya sebagai tempat istirahat, masing-masing bagian rumah gudang memiliki fungsi masing-masing. Untuk bagian terluar rumah gudang memiliki fungsi sebagai tempat berunding, bagian tengah sebagai dapur, dan bagian atas sebagai tempat istirahat.
Selain rumah adat, ada hal yang menarik dari suku kabola ini, yaitu pakaian tradisional kulit kayu suku kabola. Pakaian tradisional ini bernama Ti’baay, ti artinya kayu  baay artinya kulit. Terdapat 20 pakaian adat yang berada di sanggar. Ti’baay terbuat dari kulit kayu pohon Ka.

 Pukul kayu merupakan salah satu cara untuk membuat pakaian kulit kayu (Foto: em ibnu r)
Kondisi pohon Ka ini tidak cukup baik, karena jumlah pohon Ka ini terbatas dan pertumbuhan pohon ini cukup lama, sehingga berpengaruh dalam pembuatan dan jumlah pakaian kulit kayu. Satu pohon Ka dengan tinggi empat meter dapat membuat satu sampai dua pakaian. Untuk membuat pakaian kulit kayu terdapat lima tahap dalam proses, yaitu penebangan, kupas kulit, pukul (kadul), penjemuran, dan penjahitan. Pemilihan ukuran pohon Ka yang untuk ditebang tergantung ukuran pakaian yang ingin dibuat. Bagian batang paling bawah lah yang ditebang. Pada pelupasan kulit kayu Ka dilakukan pada kulit ari. Batang Ka yang sudah dilepas kulit ari nya, lalu dipukul-pukul menggunakan pemukul kayu sampai kulit dalam (kulit yang digunakan untuk pakaian) terlepas. Selanjutnya kulit kayu yang diinginkan ini dijemur selama dua hari sampai kering. Setelah kering, tahap terakir dilakukan, yaitu penjahitan.
Begitulah secuplik cerita mengenai keunikan budaya pakaian kulit kayu dan rumah adat suku kabola. Dengan adanya sanggar ihing’hulu dan dukung semua masyarakat serta pemerintah, semoga budaya dan peninggalan sejarah ini tetap terjaga dan anak cucu mereka tetap dapat mengetahui. Bukan hanya masyarakat kabola atau pun Alor yang mengetahui dan menjaga salah satu budaya dari jutaan budaya bangsa Indonesia, tapi seluruh masyarakat Indonesia harus turun serta untuk consern terhadap budaya dan peninggalan sejarah ini agar tidak luput dimakan waktu atau di-claim bangsa lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar