Pakaian Kulit Kayu
Oleh
Kamalia
Sosial
Budaya Subkorwil 7/Alor
Menelusuri
jalan yang cukup panjang, medan mendaki dan menurun, pemandangan kota kalabahi
yang terlihat indah, itu lah perjalanan yang akan dirasakan ketika menuju Desa
Kopidil, tepatnya menuju rumah adat suku kabola. Sebelum masuk ke rumah adat
suku kabola, akan ada sebuah pohon beringin besar yang rindang yang di depannya
terlihat papan pemberitahuan rumah adat suku kabola dan pakaian tradisional
kulit kayu, yang berlokasi di Desa Kopidil, kecamatan kabola.
Salah satu
masyarakat suku kabola menunjukkan cara membuat api secara tradisional (Foto: serda aris)
Bapak
Moses merupakan ketua sanggar ihing’hulu,
sanggar yang mengurus rumah adat dan budaya suku kabola agar tetap terjaga. Arti
dari ihing’hulu adalah pohon beringin
yang bersejarah. Ketika dikaitkan dengan pohon beringin yang berada di depan
rumah adat, hal ini pasti ada kaitannya dengan pohon beringin tersebut. Bapak
Moses sebagai ketua sanggar ihing’hulu
memimpin sejak tahun 2012. Sanggar ihing’hulu
beranggotakan 20 orang ini memiliki fungsi untuk mengurus dan merawat, serta
revitalisasi rumah adat suku kabola. Terdapat dua gudang, satu pondok, dan satu
mesbah di kawasan rumah adat suku kabola. Kondisi kawasan rumah adat ini
terlihat tidak begitu terawat, terlihat rumah gudang terdapat rayap dan sarang
lebah, batu mesbah beberapa terlepas, dan rumah pondok berantakan.
Pada
tahun 2007 dan 2012, sanggar mengirim proposal kepada pemda dan mendapat dana
untuk pembangunan rumah gudang. Rumah adat suku kabola terdiri dari rumah
pondok dan gudang. Pondok memiliki fungsi sebagai tempat istirahat sementara
dan penerimaan tamu. Sedangkan rumah gudang memiliki peran bukan hanya sebagai
tempat istirahat, masing-masing bagian rumah gudang memiliki fungsi
masing-masing. Untuk bagian terluar rumah gudang memiliki fungsi sebagai tempat
berunding, bagian tengah sebagai dapur, dan bagian atas sebagai tempat
istirahat.
Selain
rumah adat, ada hal yang menarik dari suku kabola ini, yaitu pakaian
tradisional kulit kayu suku kabola. Pakaian tradisional ini bernama Ti’baay, ti artinya kayu baay artinya kulit. Terdapat 20 pakaian
adat yang berada di sanggar. Ti’baay
terbuat dari kulit kayu pohon Ka.
Pukul kayu merupakan
salah satu cara untuk membuat pakaian kulit kayu (Foto: em ibnu r)
Kondisi
pohon Ka ini tidak cukup baik, karena jumlah pohon Ka ini terbatas dan
pertumbuhan pohon ini cukup lama, sehingga berpengaruh dalam pembuatan dan
jumlah pakaian kulit kayu. Satu pohon Ka dengan tinggi empat meter dapat
membuat satu sampai dua pakaian. Untuk membuat pakaian kulit kayu terdapat lima
tahap dalam proses, yaitu penebangan, kupas kulit, pukul (kadul), penjemuran, dan penjahitan. Pemilihan ukuran pohon Ka yang
untuk ditebang tergantung ukuran pakaian yang ingin dibuat. Bagian batang
paling bawah lah yang ditebang. Pada pelupasan kulit kayu Ka dilakukan pada
kulit ari. Batang Ka yang sudah dilepas kulit ari nya, lalu dipukul-pukul
menggunakan pemukul kayu sampai kulit dalam (kulit yang digunakan untuk
pakaian) terlepas. Selanjutnya kulit kayu yang diinginkan ini dijemur selama
dua hari sampai kering. Setelah kering, tahap terakir dilakukan, yaitu
penjahitan.
Begitulah
secuplik cerita mengenai keunikan budaya pakaian kulit kayu dan rumah adat suku
kabola. Dengan adanya sanggar ihing’hulu
dan dukung semua masyarakat serta pemerintah, semoga budaya dan peninggalan
sejarah ini tetap terjaga dan anak cucu mereka tetap dapat mengetahui. Bukan
hanya masyarakat kabola atau pun Alor yang mengetahui dan menjaga salah satu
budaya dari jutaan budaya bangsa Indonesia, tapi seluruh masyarakat Indonesia
harus turun serta untuk consern
terhadap budaya dan peninggalan sejarah ini agar tidak luput dimakan waktu atau
di-claim bangsa lain.